- Home >
- Ketidakpastian (Uncertainity) dan Penalaran Probabilitas
Posted by : aditya
Kamis, 02 November 2017
Ketidakpastian
Jika sistem kecerdasan buatan yang dikembangkan memiliki pengetahuan yang
lengkap tentang permasalahan yang akan ditanganinya, maka sistem tersebut dapat dengan
mudah memberikan solusi dengan menggunakan pendekatan logika. Akan tetapi, sistem
hampir tidak pernah dapat mengakses seluruh fakta yang ada dalam lingkungan permasalahan
yang akan ditanganinya, sehingga sistem harus bekerja dalam ketidakpastian dan kesamaran.
Untuk itu, sistem harus menggunakan teknik-teknik khusus yang dapat menangani
ketidakpastian dan kesamaran dalam menyelesaikan permasalahan yang ditanganinya.
Untuk mengawali pembahasan ini, diberikan sebuah kasus mengenai diagnosa media.
Potongan pengetahuan berikut yang direpresentasikan dalam aturan produksi menggambarkan
gejala-gejala dari suatu penyakit [1].
Rule 1:
IF Has_fever (Patient) AND
Has_rash (Patient) AND
Has_high_body_ache(Patient)
THEN Bears-Typhoid (Patient)
Berdasarkan aturan diatas, terlihat bahwa jika seorang pasien mengalami ketiga gejala
yang disebutkan dalam aturan, maka sistem akan mendiagnosa pasien tersebut menderita tifus
(typhoid). Aturan ini akan diterapkan pada seluruh pasien yang mengalami ketiga gejala
tersebut. Jika sistem ini diterapkan dalam kasus nyata, apakah gejala-gejala yang disebutkan
telah mewakili seluruh gejala dari penyakit tifus? Bagaimana jika ada penyakit lain yang
memiliki gejala yang sama dengan ketiga gejala tersebut? Bagaimana jika derajat gejala yang
dialami seorang pasien dengan pasien yang lainnya berbeda? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak
dapat ditangani oleh aturan tersebut karena jawaban dari pasien sebagai pengguna tidak hanya
“ya” atau “tidak”, sehingga muncul ketidakpastian dan kesamaran pengetahuan dalam
permasalahan ini.
Ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk menangani ketidakpastian dan kesamaran
pengetahuan, yaitu:
a. Teknik Probabilitas, yang dikembangkan dengan memanfaatkan teorema Bayes yang
menyajikan hubungan sebab akibat yang terjadi diantara evidence-evidence yang ada.
Pendekatan alternatif lainnya yang dapat digunakan adalah teori Dempster-Shafer.
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 31
b. Faktor Kepastian, merupakan teknik penalaran tertua, yang digunakan pada sistem
MYCIN. Teknik ini bersifat semi probabilitas, karena tidak sepenuhnya menggunakan
notasi probabilitas.
c. Logika Fuzzy, merupakan teknik baru yang diperkenalkan oleh Zadeh. Setiap variabel
dalam teknik ini memiliki rentang nilai tertentu, yang akan digunakan untuk menghitung
nilai fungsi keanggotaannya.
2.2. Teknik Probabilitas
2.2.1. Teorema Bayes
Thomas Bayes menemukan pendekatan penalaran statistik yang jauh lebih maju
dibandingkan dengan pola pikir matematis tradisional pada saat itu. Fokus matematika pada
saat itu adalah pada tingkah laku sampel dari populasi yang diketahui. Akan tetapi, Bayes
mengemukakan ide untuk menentukan properti dari populasi berdasarkan sampel tersebut.
Dalam “An Essay Towards the Solving a Problem in the Doctrines of Chance”, dia menyajikan
tentang “Proposition 9”, yang akhirnya dikenal dengan “Teorema Bayes”. Selanjutnya, teorema
ini menjadi dasar dalam pengambilan keputusan modern.
Teorema Bayes diperoleh dari aturan produksi konjungsi dengan notasi sebagai berikut
[5]:
Atau dapat juga ditulis sebagai berikut:
2.2.2. Teori Dempster-Shaffer
Secara umum teori Dempster-Shafer dapat ditulis dalam suatu interval [5]:
[Belief, Plausability]
Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence dalam mendukung suatu himpunan proposisi.
Jika bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, dan jika bernilai 1 maka
menunjukkan adanya kepastian. Plausability (Pl) dinotasikan sebagai :
Pl(s) = 1 – Bel(¬s)
Plausability juga bernilai antara 0 dan 1. Jika kita yakin terhadap ¬s, maka dapat dikatakan
bahwa Bel(¬s) = 1 dan Pl(s) = 0. Pada teori ini dikenal juga adanya frame of discernment yang
dinotasikan dengan q, merupakan semesta pembicaraan dari sekumpulan hipotesis. Tidak
semua evidence secara langsung mendukung tiap-tiap elemen. Untuk itu diperlukan adanya
probabilitas fungsi densitas (m). Nilai m tidak hanya mendefinisikan elemen-elemen saja,
namun juga semua subset-nya, sehingga jika q berisi n elemen, maka m mendefinisikan 2
n
elemen. Jumlah semua m dalam subset q sama dengan 1. Andaikan tidak ada informasi
apapun untuk memilih keempat hipotesis tersebut, maka m{q} = 1,0. Andaikan diketahui X
adalah subset dari q, dengan m1 sebagai fungsi densitasnya, dan Y juga merupakan subset
dari q dengan m2 sebagai fungsi densitasnya, maka dapat dibentuk fungsi kombinasi m1 dan
m2 sebagai m3, yaitu :
2.3. Faktor Kepastian
P(Y | X) =
P(X | Y) . P(Y)
P(X)
P(Y | X, e) =
P(X | Y, e) . P(Y |e)
P(X | e)
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 32
Faktor kepastian (Certainty Factor-CF) diperkenalkan oleh Shortliffe Buchanan dalam
pembuatan MYCIN. Faktor kepastian merupakan nilai parameter klinis yang diberikan MYCIN
untuk menunjukkan besarnya kepercayaan [3].
Ada dua macam faktor kepastian yang dapat digunakan, yaitu faktor kepastian yang
diisikan oleh pakar bersama aturan dan faktor kepastian yang diberikan oleh pengguna. Faktor
kepastian yang diisikan oleh pakar menggambarkan kepercayaan pakar terhadap hubungan
antara antecedent dan consequent pada aturan kaidah produksi. Faktor kepastian dari
pengguna menunjukkan besarnya kepercayaan terhadap keberadaan masing-masing elemen
dalam antecedent.
Faktor kepastian didefinisikan sebagai berikut [3].
CF(H,E) = MB(H,E) – MD(H,E)
dimana:
CF(H,E) faktor kepastian dari hipotesis H yang dipengaruhi oleh premis (evidence) E.
MB(H,E) ukuran kepercayaan terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh premis (evidence)
E
MD(H,E) ukuran ketidakpercayaan terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh premis
(evidence) E.
Pengguna akan memberikan faktor kepastian terhadap setiap premis yang ada dalam
aturan. Untuk menentukan faktor kepastian dari suatu aturan yang didalamnya terdapat
beberapa premis dengan faktor kepastiannya masing-masing, maka perlu dilakukan
perhitungan CF paralel.
CF paralel merupakan CF yang diperoleh dari beberapa premis pada sebuah aturan.
Besarnya CF paralel dipengaruhi oleh CF pengguna untuk masing-masing premis dan operator
dari premis. Rumus untuk masing-masing operator diberikan sebagai berikut[3].
CF(x and y) = Min(CF(x), CF(y))
CF(y or y) = Max(CF(x), CF(y))
CF(not x) = - CF(x)
Suatu aturan akan memiliki nilai faktor kepastian dari seorang pakar, sementara aturan
tersebut juga memiliki faktor kepastian yang diperoleh dari premis-premis yang ada didalamnya
(CF paralel), sehingga perlu dilakukan perhitungan nilai faktor kepastian untuk suatu aturan
berdasarkan CF paralel dan CF yang diberikan oleh pengguna, yang disebut dengan CF
sekuensial.
CF sekuensial diperoleh dari hasil perhitungan CF paralel dari semua premis dalam
satu aturan dengan CF aturan yang diberikan oleh pakar. Rumus untuk menghitung CF
sekuensial adalah sebagai berikut [3].
CF(x,y) = CF(x) * CF(y)
dimana:
CF(x,y) CF sekuensial
CF(x) CF paralel
CF(y) CF pakar
Suatu hipotesis pada kenyataannya bisa dihasilkan dari beberapa aturan yang berbeda,
dimana setiap aturan memiliki faktor kepastian masing-masing, sehingga perlu dilakukan
perhitungan CF gabungan dari seluruh aturan yang ada untuk suatu hipotesis.
CF gabungan merupakan CF akhir dari sebuah calon kesimpulan. CF ini dipengaruhi
oleh semua CF sekuensial dari aturan yang menghasilkan kesimpulan tersebut. Rumus untuk
melakukan perhitungan CF gabungan adalah sebagai berikut [3].
Jika CF(x) > 0 dan CF(y) > 0, maka:
CF(x,y) = CF(x) + CF(y) – (CF(x)*CF(y))
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 33
Jika salah satu, CF(x) atau CF(y) < 0, maka:
Jika CF(x) < 0 dan CF(y) < 0, maka:
CF(x,y) = CF(x) + (CF(y) * (1+ CF(x)))
2.4. Logika Fuzzy
Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965.
Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy, peranan derajat
keanggotaan/nilai keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam suatu himpunan
sangatlah penting [4].
Logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input
menuju ke output yang diharapkan. Pada himpunan fuzzy, nilai keanggotaan terletak pada
rentang 0 sampai 1. Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak
dibahas dalam suatu sistem fuzzy, misalnya umur, temperature, dan lain-lain.
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan
pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya yang memiliki interval antara 0
sampai 1. Ada beberapa fungsi keanggotaan yang dapat digunakan dalam logika fuzzy, tetapi
fungsi yang paling sering digunakan dalam pembangunan system pakar adalah representasi
kurva trapesium.
Kurva trapezium memiliki bentuk dasar seperti kurva segitiga, tetapi memiliki beberapa
titik yang mempunyai nilai keanggotaan 1 seperti yang terlihat pada gambar 1.
Gambar 1 Representasi Kurva Trapesium
Fungsi keanggotaannya adalah:
µ(x) =
0; x ≤ a atau x ≥ d
(x–a)/(b–a); a ≤ x ≤ b
1; b ≤ x ≤ c
(d–x)/(d–c) x ≥ d
Suatu himpunan fuzzy dapat dikombinasikan dengan himpunan fuzzy lainnya dengan
menggunakan operator. Ada tiga operator dasar yang diciptakan oleh Zadeh, yaitu:
a. Operator AND
Hasil operasi dengan operator AND diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan
terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan
µ
AB
= min(µ
A
(x), µ
B
(y))
CF(x,y) =
CF(x) + CF(y)
(1 – (Min(|CF(x)|,|CF(y)|)))
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 34
b. Operator OR
Hasil operasi dengan operator OR diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan
terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan
µ
AB
= max(µ
A
(x), µ
B
(y))
c. Operator NOT
Hasil operasi dengan operator NOT diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan
elemen pada himpunan yang bersangkutan dengan 1
µ
A’
= 1 - µ
A
(x)
Tiap-tiap aturan pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi
fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah:
IF x is A THEN y is B
dengan x dan y adalah skalar, sedangkan A dan B adalah himpunan fuzzy. Secara umum, ada
dua fungsi implikasi yang dapat digunakan, yaitu:
a. Min (minimum), akan memotong output himpunan fuzzy
b. Dot (product), akan menskala output himpunan fuzzy
Metode penalaran fuzzy ada tiga, yaitu metode Tsukamoto, metode Mamdani dan
metode Sugeno.
Pada metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk IF-THEN
harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan monoton.
Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas berdasarkan
α-predikat. Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot.
Metode Mamdani sering dikenal dengan metode Max-Min, diperkenalkan oleh Ebrahim
Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan output diperlukan empat tahapan, yaitu
pembentukan himpunan fuzzy, aplikasi fungsi implikasi, komposisi dan defuzzifikasi.
Metode Sugeno memiliki penalaran yang hampir sama dengan penalaran Mamdani,
tetapi output yang dihasilkan tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau
persamaan linear. Metode ini diperkenalkan oleh Takagi-Sugeno Kang pada tahun 1985, terdiri
dari dua jenis, yaitu metode Fuzzy Sugeno Orde-Nol dan metode Fuzzy Sugeno Orde-Satu.
3. Kombinasi CF dan Logika Fuzzy
Dalam kasus nyata, seringkali permasalahan yang dihadapi tidak bisa diselesaikan
hanya dengan menggunakan satu metode saja, melainkan solusi bisa diperoleh dengan
menggabungkan beberapa metode, misalnya metode faktor kepastian (CF) dan logika fuzzy.
Ada beberapa model bentuk aturan IF-THEN yang mungkin bisa dijadikan
pertimbangan dalam permasalahan yang akan diselesaikan dengan metode kombinasi CF dan
logika fuzzy, yaitu:
a. Bentuk Aturan 1
Pada bentuk aturan yang pertama, seluruh premis dalam antecedent dan consequent
berupa himpunan fuzzy, tetapi consequent memiliki nilai berupa faktor kepastian.
IF (a is A) and (b is B) THEN c is C, CF
Pada bentuk ini, nilai kepastian dari aturan tersebut akan diperoleh dengan menggunakan
aturan perhitungan metode faktor kepastian. CF paralel diperoleh dengan mengambil nilai
minimum dari derajat keanggotaan a is A dan b is B sebagai berikut.
CF(x) = min(µ
A
[a], µ
B
[b])
Sedangkan, CF sekuensial dihitung sesuai dengan rumus pada metode faktor kepastian.
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 35
b. Bentuk Aturan 2
Pada bentuk aturan yang kedua, premis-premis dalam antecedent merupakan
gabungan antara himpunan fuzzy dan faktor kepastian, sedangkan consequent tidak berupa
himpunan fuzzy.
IF (a is A) and B THEN C, CF
Pada bentuk ini, nilai kepastian dari aturan tersebut akan diperoleh dengan menggunakan
aturan perhitungan metode CF. CF paralel diperoleh dengan mengambil nilai minimum dari
derajat keanggotaan a is A dan faktor kepastian dari premis B sebagai berikut.
CF(x) = min(µ
A
[a], CF(b))
Sedangkan, CF sekuensial dihitung sesuai dengan rumus pada metode faktor kepastian.
c. Bentuk Aturan 3
Pada bentuk aturan yang ketiga, premis-premis dalam antecedent dan consequent
bukan merupakan himpunan fuzzy, tetapi CF pada consequent berupa himpunan fuzzy.
IF A and B THEN C, CF(y) is CF
Pada bentuk ini, nilai kepastian dari aturan tersebut akan diperoleh dengan menggunakan
aturan perhitungan metode CF. CF paralel diperoleh dengan mengambil nilai minimum dari
faktor kepastian premis A dan premis B sebagai berikut.
CF(x) = min(CF(a), CF(b))
CF sekuensial dihitung sesuai dengan rumus pada metode faktor kepastian, dimana nilai CF(y)
diperoleh dengan menentukan derajat keanggotaan dari CF(y) dalam himpunan fuzzy CF.
d. Bentuk Aturan 4
Pada bentuk aturan yang keempat, premis-premis dalam antecedent dan consequent
merupakan himpunan fuzzy, dan CF pada consequent juga berupa himpunan fuzzy.
IF a is A and b is B THEN c is C, CF(y) is CF
Pada bentuk ini, nilai kepastian dari aturan tersebut akan diperoleh dengan menggunakan
aturan perhitungan metode CF. CF paralel diperoleh dengan mengambil nilai minimum dari
derajat keanggotaan a is A dan b is B sebagai berikut.
CF(x) = min(
A
[a],
B
[b])
CF sekuensial dihitung sesuai dengan rumus pada metode faktor kepastian, dimana nilai CF(y)
diperoleh dengan menentukan derajat keanggotaan dari CF(y) dalam himpunan fuzzy CF.
4. Contoh Kasus
4.1. Teorema Bayes
Asumsikan bahwa ruang hipotesis dan ruang evidence untuk masalah diagnosa medis
seperti pada gambar 2 berikut[1].
Gambar 2. Ruang Hipotesis dan Ruang Evidence
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 36
Aturan yang diberikan menyajikan tentang hubungan sebab akibat diantara ruang
evidence dan ruang hipotesis dengan beberapa probabilitas kondisi.
Rule 1: IF symptoms are
F(P(F/T) = 0.9),
HBA (P(HBA/T) = 0.6)
THEN the Patient hopefully bears T
Rule 2: IF symptoms are
F(P(F/GM) = 0.8),
R(P(R/GM) = 0.7),
HBA (P(HBA/GM) = 0.8)
THEN the Patient hopefully bears GM
Rule 3: IF symptoms are
F(P(F/CP) = 0.9),
R(P(R/CP) = 0.9),
HBA (P(HBA/CP) = 0.6)
THEN the Patient hopefully bears CP
Tentukan probabilitas penyakit yang diderita oleh seorang pasien, jika penyakit yang
diderita ditentukan dari probabilitas tertinggi!
Solusi:
Langkah 1 :
Menghitung probabilitas seorang pasien menderita penyakit T
P(T|F,HBA) = P(T) * P(F|T) * P(HBA|T)
= 0.2 * 0.9 * 0.6
= 0.108
Langkah 2 :
Menghitung probabilitas seorang pasien menderita penyakit GM
P(GM|F,R,HBA) = P(GM) * P(F|GM) *
P(R|GM) * P(HBA|GM)
= 0.3 * 0.8 * 0.7 * 0.8
= 0.1344
Langkah 3 :
Menghitung probabilitas seorang pasien menderita penyakit CP
P(CP|F,R,HBA) = P(CP) * P(F|CP) *
P(R|CP) * P(HBA|CP)
= 0.5 * 0.9 * 0.9 * 0.6
= 0.243
Dari langkah 1 sampai 3 dengan menghitung probabilitas penyakit T, GM dan CP terhadap
gejala F, R dan GM diperoleh probabilitas tertinggi 0.243 yaitu penyakit CP (Chicken Pox),
sehingga sistem akan memberikan informasi kepada pasien (pengguna) bahwa pasien
menderita penyakit Chicken Pox dengan probabilitas 0.243.
4.2. Teori Dempster-Shaffer
Untuk contoh kasus dengan teori Dempster-Shaffer, akan digunakan asumsi untuk
ruang hipotesis dan ruang evidence seperti pada gambar 2. Ada tiga penyakit yang mungkin
diderita oleh seorang pasien berdasarkan gejala F, yaitu penyakit T, GM dan CP.
Asumsikan diketahui nilai kepercayaan F sebagai gejala dari penyakit T, GM dan CP
adalah:
m1{T,GM,CP} = 0.7
m1{θ} = 1 – 0.7 = 0.3
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 37
Kemudian, muncul gejala baru yaitu High Body Ache (HBA) yang merupakan gejala dari
penyakit F (Flu), T dan GM, dengan nilai kepercayaan yaitu:
m2{F,GM,CP} = 0.8
m2{θ} = 1 – 0.8 = 0.2
Maka, tentukanlah penyakit apa yang diderita si pasien berdasarkan gejala F dan HBA tersebut!
Solusi:
Munculnya gejala HBA mengharuskan untuk menghitung densitas baru (m3) untuk beberapa
kombinasi m1 dan m2.
Langkah 1 :
Membuat tabel aturan kombinasi untuk m3
{F,GM,CP} (0.8) (0.2
)
{T,GM,CP
}
(0.7) {GM,CP} (0.56) {T,GM,CP} (0.1
4)
(0.3) {F,GM,CP} (0.24) (0.0
6)
Langkah 2 :
Menghitung nilai untuk m3
m3{GM,CP } = 0.56/(1–0) = 0.56/1 = 0.56
m3{F,GM,CP}= 0.24/(1-0) = 0.24/1 = 0.24
m3{T,GM,CP}= 0.14/(1-0) = 0.14/1 = 0.14
m3{θ} = 0.06/(1-0) = 0.06/1 = 0.06
Dari hasil perhitungan diatas, terlihat bahwa, pada mulanya dengan hanya adanya gejala F,
m{T,GM,CP) bernilai 0.7; namun setelah adanya gejala baru yaitu HBA, maka nilai m{T,GM,CP}
menjadi 0.14. Demikian juga halnya dengan hanya adanya gejala HBA, m{F,GM,CP} bernilai
0.8; namun setelah ada gejala yaitu F, maka nilai {F,GM,CP} menjadi 0.24. Dengan adanya dua
gejala yaitu F dan HBA, nilai densitas yang paling kuat adalah m{GM,CP} yaitu sebesar 0.56,
sehingga sistem akan memberikan informasi kepada pasien (pengguna) bahwa pasien
menderita penyakit GM dan CP dengan nilai densitas 0.56.
4.3. Faktor Kepastian
Untuk contoh kasus dengan faktor kepastian, akan digunakan asumsi untuk ruang
hipotesis dan ruang evidence seperti pada gambar 2, tetapi dengan aturan sebagai berikut.
Rule 1:
IF symptoms are F, CF: 0.9
and HBA, CF: 0.6
THEN
the Patient hopefully bears T, CF: 0.8
Rule 2:
IF the Patient bears T
and R, CF: 0.7
THEN
the Patient hopefully bears CP, CF:0.6
Rule 3:
IF the Patient bears T
and R, CF: 0.9
THEN
the Patient hopefully bears CP, CF: 0.8
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 38
Tentukan nilai kemungkinan seorang pasien menderita penyakit CP!
Solusi:
Langkah 1 :
Menghitung CF Paralel dan CF Sekuensial Rule 1
CF Paralel = Min(CF(F), CF(HBA))
= Min(0.9; 0.6)
= 0.6
CF Sekuensial = CF Paralel * CF Pakar
= 0.6 * 0.8
= 0.48
CF Sekuensial ini menunjukkan besarnya derajat kepercayaan terhadap kesimpulan seorang
pasien menderita penyakit T.
Langkah 2 :
Menghitung CF Paralel dan CF Sekuensial Rule 2
CF Paralel = Min(CF(T), CF(R))
= Min(0.48; 0.7)
= 0.336
CF Sekuensial = CF Paralel * CF Pakar
= 0.336 * 0.6
= 0.2016
CF Sekuensial ini menunjukkan besarnya derajat kepercayaan terhadap kesimpulan seorang
pasien menderita penyakit CP.
Langkah 3 :
Menghitung CF Paralel dan CF Sekuensial Rule 3
CF Paralel = Min(CF(T), CF(R))
= Min(0.48; 0.9)
= 0.432
CF Sekuensial = CF Paralel * CF Pakar
= 0.432 * 0.8
= 0.3456
CF Sekuensial ini menunjukkan besarnya derajat kepercayaan terhadap kesimpulan seorang
pasien menderita penyakit CP.
Langkah 4 :
Berdasarkan aturan yang ada, ada dua aturan yang menghasilkan kesimpulan bahwa seorang
pasien menderita penyakit CP, sehingga harus dicari nilai CF Gabungan dari kedua aturan
tersebut.
Karena CF(Rule 1) > 0 dan CF(Rule 2) > 0, maka:
CF(x,y) = CF(x) + CF(y) – (CF(x)*CF(y))
= 0.2016 + 0.3456 – (0.2016*0.3456)
= 0.2016 + 0.3456 – 0.069673
= 0.2016 + 0.275927
= 0.477527 0.48
Berdasarkan nilai CF Gabungan yang diperoleh pada langkah 4 maka sistem akan memberikan
informasi kepada pasien (user) bahwa pasien menderita penyakit Chicken Pox dengan derajat
kepercayaan sebesar 0.48 atau 48%.
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 39
4.4. Logika Fuzzy
Untuk contoh kasus dengan logika fuzzy, akan digunakan asumsi untuk ruang hipotesis
dan ruang evidence seperti pada gambar 2, tetapi dengan aturan sebagai berikut.
Rule 1:
IF symptoms are F is high
and R is high
and HBA is high
THEN
the Patient hopefully bears CP is high
Rule 2:
IF symptoms are F is high
and R is very high
and HBA is high
THEN
the Patient hopefully bears CP is very high
Tentukan nilai kemungkinan seorang pasien menderita penyakit CP jika pasien memberikan
nilai untuk gejala yang dirasakannya sebagai berikut:
Gejala F : 60
Gejala R : 70
Gejala HBA : 55
Solusi:
Langkah 1 :
Pemodelan Variabel dan Himpunan Fuzzy
Asumsikan metode penalaran yang digunakan adalah metode Mamdani. Ada empat variabel
fuzzy yang akan dimodelkan yaitu gejala F, gejala R, gejala HBA dan penyakit CP, dengan tiga
himpunan fuzzy, yaitu:
Low (L) : 0 - 50
High (H) : 25 - 75
Very High (VH) : 50 - 100
Representasi kurva dari variabel fuzzy tersebut dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Gambar 3. Representasi Kurva Himpunan Fuzzy
Fungsi keanggotaannya adalah:
µ(L) =
1; x < 25
(50–x)/25; 25 ≤ x ≤ 50
µ(H) =
(x–25)/50; 25 ≤ x ≤ 50
1; 50
(75–x)/25; 50 ≤ x ≤ 75
µ(VH) =
(x–50)/25; 50 ≤ x ≤ 75
1;
x ≥ 75
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 40
Langkah 2 :
Perhitungan nilai fungsi keanggotaan untuk gejala F pada himpunan High dan Very High
µ
FH
[60] = (75–x) / 25
= (75–60)/25
= 15/25 = 0.6
µ
FVH
[60] = (x–50) / 25
= (60–50)/25
= 10/25 = 0.4
Perhitungan nilai fungsi keanggotaan untuk gejala R pada himpunan High dan Very High
µ
RH
[70] = (75–x) / 25
= (75–70)/25
= 5/25 = 0.2
µ
RVH
[70] = (x–50) / 25
= (70–50)/25
= 20/25 = 0.8
Perhitungan nilai fungsi keanggotaan untuk gejala HBA pada himpunan High dan Very High
µ
HBAH
[55] = (75–x) / 25
= (75–55)/25
= 20/25 = 0.8
µ
HBAVH
[55] = (x–50) / 25
= (55–50)/25
= 5/25 = 0.2
Langkah 3 :
Perhitungan fungsi implikasi untuk setiap aturan dengan fungsi MIN
α-predikat1 = min(µ
FH
[60], µ
RH
[70], µ
HBAH
[55]
= min(0.6; 0.2; 0.8)
= 0.2
α-predikat2 = min(µ
FH
[60], µ
RVH
[70], µ
HBAH
[55]
= min(0.6; 0.8; 0.8)
= 0.6
Langkah 4 :
Berdasarkan hasil perhitungan fungsi implikasi dari tiap aturan, maka dilakukan komposisi
aturan dengan metode MAX sehingga hasilnya seperti pada gambar 4.
Gambar 4 Hasil Komposisi Aturan
Pada gambar terlihat bahwa daerah hasil terbagi menjadi tiga yaitu A1, A2, dan A3.
Selanjutnya, titik a1 dan a2 dicari dengan cara berikut.
LONTAR KOMPUTER VOL. 2 NO.1 JUNI 2011 ISSN: 2088-1541
www.it.unud.ac.id
Metode Ketidakpastian dan Kesamaran... (Putu Manik Prihatini) 41
(a1–25)/50 = 0.2 a1 = 35
(a2–25)/50 = 0.6 a2 = 55
Dengan demikian, fungsi keanggotaan untuk hasil komposisi ini adalah:
µ(z) =
0.2 z < 35
(z–25)/50; 35 ≤ z ≤ 55
0.6 z > 55
Langkah 5 :
Metode penegasan yang digunakan adalah metode centroid.
35 35
M1= ∫ (0.2)z dz = 0.1z
2
= 122.5
0 0
55
M2= ∫ (z-25)/50 z dz
35
55
= ∫ (0.02z
2
-0.5z) dz
35
55
= 0.0067z
3
-0.25z
2
= 377.45
35
55 55
M3= ∫ (0.6)z dz = 0.3z
2
= 780
75 75
Kemudian, luas setiap daerah dihitung.
A1 = 35*0.2 = 7
A2 = (0.2+0.6)*(55-35)/2 = 8
A3 = (75-55)*0.6 = 12
Selanjutnya, titik pusat dapat diperoleh dari:
122.5 + 377.45 + 780
z = = 47.4
7 + 8 + 12
Berdasarkan nilai titik pusat yang diperoleh pada langkah 5 maka sistem akan memberikan
informasi kepada pasien (pengguna) bahwa pasien menderita penyakit Chicken Pox dengan
derajat kepercayaan sebesar 47.4%.
5. Kesimpulan
Permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali melibatkan
pengetahuan yang tidak lengkap, sehingga untuk memperoleh solusi bagi permasalahan
tersebut tidak dapat dilakukan dengan menggunakan aturan yang bersifat pasti. Kecerdasan
buatan sebagai ilmu dasar bagi pengembangan sistem cerdas diharapkan dapat memberikan
solusi tentang cara menangani masalah ketidakpastian dan kesamaran yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari.
Beberapa metode yang sering digunakan untuk menangani masalah ini adalah dengan
menggunakan teknik probabilitas, faktor kepastian dan logika fuzzy. Teorema Bayes dan Teori
Dempster-Shafer merupakan bagian dari teknik probabilitas yang mampu menangani masalah
ketidakpastian yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dengan menekankan pada konsep
probabilitas hipotesis dan evidence pada teorema Bayes, dan konsep beliefe dan plausability